Buat anak tahun 90an, mungkin dulu suka nonton sinetron laga yang judulnya Gerhana. Sinetron yang dibintangi Pierre Roland sebagai Gerhana ini menceritakan seorang anak yang lahir pada saat gerhana, dan kejadian itu bikin dia punya kekuatan buat ngepelantingin orang ke Madagaskar hanya dengan kedipan mata. Luar biasa. Luar biasa gak jelas! |
Si Gerhana |
Anyway, ngomong-ngomong soal Gerhana, pada tannggal 9 Maret kemarin, Indonesia, khususnya beberapa daerah seperti Sumatera Selatan, Bangka, Ternate mendapatkan kesempatan langka untuk bisa menyaksikan matahari pagi yang ditutupi oleh bulan sehingga membuat pagi hari menjadi gelap, atau yang kita sebut Gerhana Matahari.
Persitiwa langka ini pun gak begitu aja gue lewatkan. Sebagai seorang anak yang mengidolakan si Gerhana pada waktu kecil, gue langsung ngebet pengin liat dan ngerasain sendiri gimana rasanya si Gerhana Matahari itu. Ya gak nyambung, sih, emang.
Dan beruntungnya gue, Kementrian Dinas Pariwisata Sumatera Selatan mengundang gue beserta blogger-blogger lain dari Indonesia, Malaysia dan Singapur untuk berkunjung menyaksikan gerhana matahari, sekaligus diajak menjelajah Provinsi Sumatera Selatan. Dan di sini lah semua perjalanan gue di kampung halaman bokap di mulai..
Mendadak Gelap Padahal Pagi
“WUOOOOOOOOOOOOOOOOOOH!!!”
“ALLAHUAKBAAAAAAR!”
“WAAAAAAAAAAAAAAAH”
“CANGCIMEN.. CANGCIMEN.. KACANG CEWEK LAGI MEN...”
Ribuan, bahkan puluhan ribu orang yang berdiri di atas Jembatan Ampera Palembang bareng gue pagi itu seketika gaduh. Ada yang teriak, ada yang foto-foto, ada yang tepuk tangan, ada yang jual asongan, ada yang teriak gegara kecopetan, ada tukang asongan yang kecopetan. Semua riuh di atas Jembatan Ampera. Alasannya cuma satu, matahari ketutupan bulan. Udah itu aja.
Ok, cerita gue selesai sampai sini. Terima kasih sudah menyemapatkan waktu dalam hidup kalian untuk membaca artikel yang sarat dengan informasi ini.
Hehe.. gak deng. Lanjut!
Saat itu, adalah saat yang ditunggu-tunggu oleh hampir semua orang di Indonesia. Kecuali temen gue si Odem yang milih tetap dengan prinsip hidupnya untuk bangun siang, walaupun pagi itu ada kejadian yang mungkin cuma bisa kita lihat dan rasakan sekali dalam seumur hidup.
Untuk pertama kalinya, gue bisa menikmati Gerhana Matahari Total di Sumatera Selatan, tepatnya di kampung halaman bokap gue, Palembang. Gue liat-liat, pemerintah Palembang sangat mempersiapkan dengan baik momen yang bisa dinikmati 375 tahun lagi di sana. Dapat dilihat dari banyaknya acara pariwisata yang mereka buat, dan salah satu yang terbaik adalah Festival Gerhana Matahari Total, atau Festival GMT.
Ribuan wisatawan lokal maupun mancanegara berbondong-bondong datang ke Sumatera Selatan hanya untuk melihat GMT. Di sekitaran Jembatan Ampera sendiri, banyak acara seru yang ditampilkan, kayak band, pawai ogoh-ogoh Bali, kuliner foodtruck, sampai banyak booth makanan, minuman, produk, tukang jualan yang tersebar di sana.
Pukul 4 pagi, gue udah bersiap di atas Jembatan Ampera. Waktu itu Jembatan Ampera ditutup untuk kendaraan bermotor, sehingga semua orang yang ingin melihat GMT bisa menyaksikannya dari atas Jembatan kebanggan masyarakat Palembang ini.
Pukul 6 pagi, Jembatan Ampera udah kayak sungai manusia. Penuh banget! Sampai mau ngelangkah aja susah. Semua ingin menyaksikan GMT dari atas jembatan. Diselingi dengan hiburan dari perkusi, band dan MC yang kocak, pesta rakyat Palembang ini menjadi sangat menyenangkan!
Pukul 6.10 pagi, matahari sudah muncul menerangi langit Palembang. Namun semua orang was-was, karena banyak awan yang menghalangi matahari. Padahal, Gerhananya akan mulai sebentar lagi!
Pukul 7.30 pagi, awan sudah mulai menghilang, matahari sudah bersinar lumayan terik. Tapi ada satu masalah, matahari lagi-lagi tertutupi “awan”. Tapi awan itu adalah asap dari pabrik PT. PUSRI. Semua orang deg-deg-an, takut gak bisa liat gerhana dengan maksimal.
MC sudah mulai meminta masyarakat untuk menghitung mundur. Perlahan bulan mulai menutupi matahari, gue udah bersiap dengan kacamata hitam khusus untuk melihat gerhana matahari. Masyarakat padaa tepuk tangan. Tapi beberapa detik kemudian masyarakat pada teriak “woooo!” karena asap yang mulai menutupi lagi matahari.
Pukul 7.41, bulan sudah menutupi matahari dengan sempurna. Pagi yang tadinya terik dan terang, mendadak gelap kayak malam. Semua orang bersorak dan gak lupa buat foto-foto kejadian itu. Gue sendiri merinding ngerasain kejadian alam itu! Gimana nggak, selama kurang lebih 1 menit, pagi, yang bisanya terang, berubah jadi gelap gulita! Sumpah, merinding abis! Matahari yang tertutup bulan berubah-ubah bentuk dari cekung sedikit, sabit, hingga menjadi berbentuk cahaya cincin. Pemandangan yang cakep banget!
Tapi keseruan itu gak bertahan lama. Selain karena ada “awan” yang mengganggu, bulan pun sudah mulai menjauh lagi dari matahari. Pagi kembali normal dengan cahaya terik matahari. Langit gelap kembali cerah selayaknya pagi hari. Namun, sehabis itu ada lagi yang lebih cakep.
Iya, ada Ibu Dinas Pariwisata Sumsel, Bu Irene di sana. Eaaaaaak!