“So, in Turkey, when Ied Mubarak, every childern get a candy?”
“Yes, and they are very happy when Ied Mubarak come. Very different with Eid Al-Adha, because we not give candy, but a lot of goat. And childern dont like hahaha..”
“Hahaha.. How about German, Martin?”
...
Setelah capek hiking bareng, malam itu, di sofa dapur di sebuah penginapan backpacker di Makigaya, Jepang. Gue bersama pasangan suami istri asal dua negara yang berbeda, berbincang hangat tentang kebiasaan berbulan puasa di masing-masing negara kita. Aida yang berasal dari Turki bercerita banyak tentang makanan yang disediakan ketika lebaran. Sementara Martin yang berasal dari Jerman bercerita tentang waktu puasa yang lebih lama di Eropa Utara, di negara-negara yang pernah dia kunjungi. Malam itu, gue merasakan kembali nikmatnya menjadi backpacker. Bisa bertemu dengan orang baru dan saling bertukar cerita. Membuat pertemanan baru.
Gak kerasa, udah lebih dari 4 tahun sejak pertama ngelakuin perjalanan backpacking gue ke Thailand. Udah banyak banget yang gue dapetin dari backpacking, mulai dari pengalaman, dokumentasi perjalanan, sampai tamparan manis di bandara Bali saat gue berantem sama mantan. Hiks!
Tapi, ada satu hal yang gue suka saat menjadi backpacker, yaitu menambah pertemanan. Secara gak disengaja, gue selalu memasukan “menambah-pertemanan-di setiap-destinasi-yang-didatengin” di daftar wishlist gue ketika gue berpergian.
Kadang, gue selalu malu untuk menyapa seseorang kalo gue lagi ada di kota gue sendiri, Bandung. Rasanya, orang yang gue ajak kenalan bakalan takut kalo gue tetiba nyapa mereka. Contoh ketika gue lagi di sebuah cafe di Bandung, dan ada cewek duduk sendirian di meja sebelah lagi baca buku.
“Hai, apa kabar, nih?” Gue negur cewek itu duluan.
“...” Cewek itu diem aja.
“Kamu lagi baca buku apa?” Gue kembali nanya.
“...” Cewek itu diem lagi. Sekarang dia buang mukanya ke tempat sampah dan pura-pura gak dengerin gue.
“Aku penulis buku, loh.”
“Apaan sih!” Cuma kalimat itu yang dia ucapin, terus dia pindah meja. Meja nya dia gotong sendiri.
Bad luck, Adis!
Susah banget buat kenalan sama orang baru di kota sendiri, padahal gue niatnya cuma pengin nambah temen. Ya syukur-syukur bisa jadi pacar, terus nikah, terus punya anak, punya cucu, terus mati bareng. Oke, ini kejauhan. Tapi, beda banget kalo gue lagi backpacker-an. Contoh, waktu gue ke Phuket, gue kenalan sama dua pemuda Jerman di hostel, dan baru ngobrol 10 menit, kita bertiga langsung cabut ke pub striptis di Phuket Town, nge-beer sambil “nge-susu”. Dan abis itu, kita ketemu lagi di Phi Phi Island, kita bertiga nikmatin sunset di bukit. Romantis abis.
Atau, ketika gue pergi ke Derawan, gue berkenalan dengan Pak Ading, salah satu orang yang dituakan di pulau itu. Selama 5 hari, gue bermalam di rumahnya Pak Ading, gue ikut mancing bareng, gue dimasakin ikan, sampai gue dapet banyak cerita tentang Derawan yang wisatawan lain macem gue pasti gak akan pernah tau cerita itu.
Atau, pas backpacking ke Vietnam, di Cu Chi Tunnels, gue bertemu dengan sepasang suami istri dari Israel. Dan mereka yang membuka mata gue tentang negara Israel yang dikenal kejam. Ternyata, gak semua tentang Israel itu jahat, mereka malu ketika gue bertanya tentang sikap Israel terhadap negara tetangganya. Mereka mengaku salah, tapi mereka bilang bahwa kebanyakan orang Israel tidak mau perang itu terjadi, mereka hanya dipaksa oleh sistem pemerintahan mereka untuk mengikuti wajib militer. Negara jahat. Bukan berarti semua penduduknya jahat. Dan gue dapet banyak cerita dari mereka. Cerita yang gak akan pernah gue dapetin kalo gue pergi ke Cu Chi Tunnels dengan menggunakan travel agent. Berteman dengan banyak orang dengan berbagai latar belakang bakalan bikin kita lebih bijak, menurut gue.
Pas backpackeran, gue kenalan sama cowok, cewek, anak muda, pasangan suami istri, bapak-bapak, ibu-ibu, semua yang ada di sini, ada yang bilang dangdut tak goyang, bagai sayur tanpa garam.. (Sambil nyanyi kan lo bacanya?) Dan sampai sekarang, gue masih keep contact dengan mereka. Dengan semua teman yang gue temuin di perjalanan.
Entah kenapa, saat backpacking gue lebih mudah mendapatkan teman baru, apalagi dengan sesama backpacker. Mungkin karena kesamaan nasib, atau mungkin karena kita memang butuh saling bertukar cerita setelah berhari-hari bertualang sendirian.
Dan kawan, percayalah menemukan teman baru dalam perjalanan akan membuat perjalananmu lebih menyenangkan.
Keuntungan berteman dengan seseorang diperjalanan adalah mereka bisa nolongin lu ketika lu butuh atau gak butuh bantuan. Jangan diartikan, ketika lu berkenalan dengan seseorang, lu ngarepin dia bantu lu, entah itu numpangin lu tidur atau apapun itu. Karena percayalah, kebaikan akan datang tanpa lu memintanya.
Menjadi backpacker, adalah sebenar-benarnya merasakan esensi dari perjalanan. Seakan, keadaan “memaksa” kita untuk lebih beramah tamah, menyapa dan berinteraksi dengan orang lain. Berbeda hal nya dengan lu kalo traveling biasa, nginep di hotel berbintang, kemana-mana pake taksi, makan di restoran, dan sebagainya. Lu akan lebih individualis. Gue sendiri pernah ngerasain hal seperti itu, dan perasaanya menjadi backpacker (walaupun pas-pasan) lebih menyenangkan daripada traveling mewah. Serius, gue.
Dan satu pesan gue, ketika lu backpacking, bertemanlah dengan banyak orang. Berkenalanlah dengan berbagai macam jenis manusia dengan berbagai latar belakangnya. Berbagilah cerita dengan mereka, berbagilah kisah dengan mereka. Dan maka saat lu pulang, bukan cuma foto dan pengalaman yang lu dapat, tapi juga pertemanan. Pertemanan antar negara. Pertemanan antar Suku dan Bangsa. Dan pertemanan yang akan terus terjalin.
“Backpacking gak akan bikin lu kesepian, walaupun lu berjalan sendirian.” - takdos